Islam satu-satunya agama universal dan memiliki kesempurnaan di segala aspek yang dapat diaplikasikan oleh manusia dalam kehidupannya. Islam satu-satunya ideologi yang dapat menuntun manusia untuk mencari kesempurnaan yang menjadi idamannya. Walaupun agama Islam merupakan agama terakhir tetapi di sinilah letak keutamaan dan kesempurnaan agama ini dibandingkan dengan agama-agama lainnya, baik itu agama samawi yang turun dari Allah maupun agama atau jalan hidup yang lahir dari ide dan pengalaman spiritual seseorang.
Islam datang sebagai penyempurna bagi agama-agama yang telah datang sebelumnya. Dan Rasulullah sebagai pembawa dan pengemban risalah Ilahi merupakan nabi terakhir yang setelahnya tidak akan ada lagi Nabi dan Rasul. Allah berfirman dalam surat al-Maidah yang masyhur sebagai ayat yang terakhir turun: “Hari ini telah aku sempurnankan bagi kamu agamamu (Islam) dan telah aku sempurnakan segala nikmatku kepadamu dan akupun ridha Islam sebagai agamamu.” (Qs. al-Maidah [5]:3)
Ayat ini menyiratkan bahwa sejak hari itu, setelah segala perintah dan hukum-hukum Allah kurang lebih selama 23 tahun lamanya secara sempurna sampai kepada Rasulullah maka tugas dan risalah Rasulullah pun berakhir. Artinya era kenabian atau nubuwah telah berakhir dan era baru telah dimulai yaitu era wilayah yang berfungsi sebagai penjaga dan penafsir syariat Rasulullah.
Ayat ini banyak dibicarakan dan dibahas oleh para mufassir dari kedua kelompok (Syiah dan Sunni), sebab ayat ini memiliki posisi yang sangat penting dan krusial dalam kelangsungan aqidah dan keyakinan, di sini kita tidak akan mengulas panjang lebar ihwal ayat ini. Bagi mereka yang menarik untuk menelaah kandungan atau asbabun nuzulnya dan bagi yang ingin tahu secara panjang lebar tentang ayat ini, kami persilahkan untuk merujuk kepada kitab-kitab tafsir atau buku yang secara terpisah dan khusus mengupas ayat ini. Oleh karena itu, dengan sifat kesempurnaan yang dimilki oleh Islam maka ia mampu menjawab segala tantangan dan persoalan hidup yang dihadapi oleh manusia, tidak ada suatu masalah dan problem kehidupan kecuali Islam mampu menjawab dan memberikan solusi untuknya. Islam sebuah agama yang tidak membedakan satu kelompok dengan kelompok yang lainnya, di mata Islam semua manusia adalah sama, tidak terdapat perbedaan jasmani antara satu dengan yang lainya. Kulit putih sama dengan orang kulit hitam, orang Arab sederajat dengan non-Arab, Si kaya sama posisinya dengan si miskin, dan sebagainya. Tetapi bukan berarti Islam tidak mengenal perbedaan dan tingkatan, tetapi Islam membedakan derajat dan tingkatan seseorang bukan dari segi lahiriah dimana meninjam istilah teknis filsafat, manusia secara mahiyah atau esensial tidak memilki perbedaan, semuanya sama sebagai insan tetapi yang membedakannya adalah dari tingkat eksistensinya. Semakin dekat ia dengan sumber wujud (Tuhan) maka semakin kuat keberadaannya atau keimanan dan ketaqwaannya.
Berbeda dengan agama-agama yang lainnya, dimana syiar dan kenyataannya sangat jauh berbeda. Perbedaan dan diskriminasi begitu sangat mencolok, manusia dinilai dari segi lahiriahnya, semakin tinggi tingkat sosialnya maka semakin mendapat tempat dan posisi dalam agama tersebut. Tempat-tempat ibadah dapat menjadi contoh yang sangat jelas tentang hal ini. Orang kaya, pejabat dan pemuka masyarakat memilki posisi yang utama di dalam tempat-tempat ibadah dan orang miskin dan masyarakat yang memilki derajat rendah harus rela untuk menempati tempat yang sederajat dengan keadaan mereka. Tetapi di dalam agama Islam hal ini tidak terlihat, siapa saja bisa menempati tempat yang diinginkannya, tidak terjadi dikotomi strata sosial.Rahasia Universalitas Islam
Rahasia keuniversalan dan kekekalan Islam terletak pada doktrin dan ajarannya yang sesuai dan sejalan dengan fitrah manusia, sehingga tidak terjadi kebimbangan dan keraguan bagi orang yang telah percaya dan meyakini agama tesebut, lain halnya dengan agama-agama yang lainnya, misalnya agama Kristen, dimana doktrin dan ajaran serta keyakinan yang terdapat di dalamnya, antara satu dengan yang lainnya terdapat pertentangan sehingga tidak membuat pemeluknya tenang dan mantap, malah sebaliknya membuat mereka bimbang dan ragu dengan apa yang mereka yakini.
Keyakinan kepada Tuhan yang satu tetapi tiga atau trinitas sampai detik ini tidak mampu terjawab dengan baik dan memuaskan. Semakin dipikirkan dan direnungi bukannya menambah ketenangan dan keyakinan tetapi sebaliknya malah memunculkan keraguan dan kebimbangan. Sehingga yang terjadi di kalangan pemeluk kristen adalah semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat keraguan dan kebimbangan dia kepada keyakinan agama Kristen. Dan kenyataannya orang-orang yang tidak percaya dengan trinitas adalah dari golongan ilmuan dan cendekiawan.
Bukankah dalam sejarah pernah terjadi pertentangan yang sengit dan tajam antara ilmuan dan golongan gereja dimana pengikut gereja ingin mempertahankan doktrin gereja atau Kristen yang bertentangan dengan akal pikiran dan logika.
Di sisi lain para ilmuan yang lebih mendahulukan akal dan logika dalam kehidupannya tidak mampu merasionalkan keyakinan dan doktrin Kristen tersebut sehingga konsekuensinya mereka menolak dan tidak menerima doktrin-doktrin tersebut.
Terjadinya pertentangan antara akal dan keimananan disebabkan oleh jauhnya keyakinan dan ajaran-ajaran kristen atau gereja dari fitrah manusia. Jika sebuah agama atau ideologi telah bertentangan dengan fitrah manusia maka sebagai konsekuensinya agama itu tidak akan kekal dan akan ditinggalkan oleh pengikutnya, sebab fitrah tidak lain perwujudan dari diri manusia itu sendiri dan telah ada sejak manusia itu diciptakan dan dia tidak akan pernah mengalami perubahan, senantiasa eksis serta memilki sifat suci, karena itu hanya padanyalah Allah mentajallikan atau mewujudkan diri-Nya, sebab terdapat kesesuaian sifat dari keduanya, yaitu Allah memilki sifat yang eksis, kekal dan tidak pernah mengalami perubahan, demikian pula dengan fitrah atau ruh manusia. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-A’raf ayat 172 yang terkenal dengan ayat mitsaq (pengambilan bai’at atau perjanjian).
Oleh karena itu, fitrah tidak pernah salah dalam menentukan misdaq kebenaran dan tidak akan binasa dan sirna dari diri manusia, hanya saja kekuatan cahayanya bisa mengalami keredupan. Jadi hanya Islamlah satu-satunya agama yang mampu menyelamatkan dan menjawab segala problema dan dilema kehidupan manusia. ”Sesungguhnya agama yang diterima disisi Allah hanya Islam saja”. (Qs. al-Imran [3] : 19) Oleh karena itu Islam tidak pernah bertentangan dengan syariat yang dibawa oleh nabi-nabi ulul azmi sebelumnya. Dan kalaupun terdapat perbedaan antara syariat nabi yang satu dengan yang lainnya maka itu hanya terletak pada masalah-masalah juz’i saja dan bukan pada inti dari ajaran itu serta itu juga tidak bermakna sebagai pembatalan terhadap syariat yang lain (sebelumnya), sebab terkadang sebuah ajaran atau syariat disesuaikan dengan kondisi yang dimiliki dan dihadapi oleh daerah atau zaman itu. Adapun nasakh-mansukh yang berfungsi sebagai pembatalan atau bermakna tidak benarnya syariat nabi-nabi sebelumnya, hal ini tidak pernah terjadi didalam agama samawi, sebab pengatur dan pembuat undang-undang bagi manusia hanya Allah semata dan segala sesuatu yang datang dari Allah mempunyai sifat hak dan benar. Allah berfirman
dalam surah al-Ahzab ayat 4 : “Dan Allah hanya berkata yang benar dan hanya Dialah satu-satunya yang menunjuki jalan kebenaran”.(Qs. al-Ahzab [33] : 4)
Beranjak dari pemikiran prinsip illat ini, kita akan mampu membuktikan akan perennial dan universalitas agama Islam terhadap agama-agama yang lainnya sebagai berikut :
Manusia sebagaimana makhluk hidup lainnya untuk mempertahankan dirinya supaya tetap eksis maka ia harus berusaha dan bekerja keras sehingga segala harapan dan tujuan hidupnya dapat tercapai. Adapun tujuan hidup manusia sangat jauh berbeda dengan makhluk yang lainnya, karena manusia walaupun pada satu sisi memiliki persamaan dengan makhluk lainnya akan tetapi pada sisi eksistensialnya sangat jauh berbeda dengan yang lain. Oleh karena itu, Tuhan pencipta memberikan dua kelebihan yaitu akal dan ruh atau fitrah kepada manusia sehingga ia dapat mewujudkan kesempurnaan dirinya.
Adapun kesempurnaan atau keutamaan yang menjadi target dan tujuan manusia tidak terletak pada sesuatu yang bersifat materi seperti harta, pangkat dan jabatan, sebab semua itu akan punah dan binasa. Sedangkan fitrah (ruh) manusia memilki sifat yang kekal dan tidak akan binasa. Namun terkadang manusia menyangka bahwa semua keindahan dan kesempurnaan yang ada di dunia ini adalah sesuatu yang hakiki dan kekal dan menjadi tujuan dari hidupnya.
Karena tidak adanya relevansi antara hakikat penciptaan manusia dengan segala ajaran dan aturan hidup yang ada di dalam kitab-kitab agama lainnya atau yang diajarkan oleh agama-agama lainnya maka ia tidak dapat diterima sebagai jalan untuk menyelamatkan dan mengantarkan manusia kepada kesempurnaan hidupnya.
Kendatipun manusia memiliki fitrah, namun tidak secara otomatis dia dapat mengetahui hakikat kesempurnaan dirinya dan cara dapat meraihnya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya godaan, tipu daya, serta rintangan yang mengganggunya sehingga membuatnya tertipu dengan berbagai fatamorgana kebenaran. Oleh sebab itu sang pencipta yang sangat mengetahui kapasitas dan kemampuan yang dimiliki oleh manusia, tidak membiarkan manusia begitu saja didalam kebingungan dan keraguan tentang apa yang harus dia lakukan untuk meraih kesempurnaan dan kebahagian hidup, namun dengan kebesaran dan lutf-Nya Dia tetap menuntun dan mengawasinya. Dan hal ini sesuai dengan firman-Nya: “…Tuhan Kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan bentuk kejadian kepada segala sesuatu, kemudian memberinya petunjuk.“ (Qs. Thaha [21]:50)
Oleh karena itu, penyempurna (mukammil) dan penuntun hakiki hanya milik Allah saja, sebab untuk terjalinnya sebuah hubungan yang erat dan selaras antara dua bagian yaitu antara pencipta kesempurnaan dan penuntun atau pembuat konstitusi sangat membutuhkan keahlian yang luar biasa, sementara yang paling mengetahui tentang hakikat antara keduanya serta kebutuhan manusia hanya sang pencipta saja, oleh karena itu kedua hal ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan.
Dan yang dimaksud dengan penyempurna dan berfungsi sebagai jalan hidayah bagi manusia tidak lain adalah agama. Yakni suatu agama yang tidak bertentangan dengan hakikat penciptaan manusia, sehingga dia dapat mengantarkan manusia kepada tujuan yang ingin diraihnya (kesempurnaan dan kebahagiaan hakiki). Oleh karena itu, kita tidak akan melihat terjadinya pertentangan antara akal dan ilmu pengetahuan sebagai tempat amal shalih dengan fitrah atau ruh manusia yang menjadi tempat tajallinya sang pencipta. Maka itu dalam al-Qur’an, iman (ruh) dan amal shalih tidak pernah terpisahkan.
Dengan demikian, pada hakikatnya secara fitrah manusia butuh kepada agama dan itupun hanya agama samawi, dan di antara agama samawi hanya agama Islam yang dengan al-Qur’annya tetap terpelihara keorisinilannya, agama yang turun dan datang dari sang pencipta. Dan apabila manusia mencari kesempurnaan maknawi dan hakiki melalui agama selain agama samawi (Islam) maka niscaya ia tidak akan mendapatkannya dan ini telah diibuktikan oleh sejarah dan pengalaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar